Misteri Tewasnya Brian Jones
KEMATIAN prematur bintang musik rock yang masih diselimuti misteri sampai kini dialami Brian Jones, pendiri Rolling Stones. Sampai kini ada beberapa versi yang dianggap sebagai penyebab kematian Jones yang tenggelam dalam kolam renang di rumahnya di Cotchford Farm, Sussex, 3 Juli 1969 dalam usia 27 tahun.
MENURUT hasil riset wartawan musik, Rob Chapman, dalam majalah Mojo edisi bulan Juli 1999, Jones sesungguhnya merupakan sosok berkepribadian ganda. Di satu pihak ia kasar, namun juga melankolis. Jones bisa bersikap sangat tidak menyenangkan kepada setiap orang di sekitarnya, tetapi juga mempunyai karisma yang membuat kagum siapa pun.
Jika berbicara, Jones berkata-kata dengan lembut dan termasuk pribadi yang pemalu. Namun, dia dikenal juga sebagai peminum alkohol berat yang dipuja-puja oleh banyak perempuan dan sering memiliki beberapa pacar sekaligus. "Singkat kata, Brian pribadi yang sangat tidak menyenangkan," kata penabuh drum Stones, Charlie Watts.
Jones dengan mudah melahap semua pelajaran mulai SD sampai SMU dengan nilai-nilai istimewa sehingga akan dengan gampang masuk ke universitas mana pun. Tetapi, Jones tidak tertarik melanjutkan pendidikan dan lebih suka bekerja serampangan untuk melawan kemauan orangtuanya sekaligus untuk mengumpulkan uang.
Dalam usia 14 tahun, Jones menghamili seorang perempuan dan di saat yang sama memacari istri orang lain. Di Kota Cheltenham yang kecil dan muram, Jones yang berusia 17 tahun sudah tidak betah lagi tinggal di rumahnya.
"Ia memulai karier musik sebagai pemain klarinet dalam sebuah band jazz Cheltone Six," kata vokalis Stones, Mick Jagger. Bukan hanya klarinet, Jones ketika itu sudah menjadi pemusik multi-instrumentalis yang andal dengan keahlian memainkan saksofon, gitar, dan piano.
Setelah sempat sebentar bergabung dengan band rock and blues The Ramrods, Jones berkenalan dan langsung menjadi sahabat dengan Alexis Korner yang memimpin band Blues Incorporated. Kagum melihat kemampuan musikal luar biasa yang dimilikinya, Korner mengundang Jones ke London.
Setelah beberapa bulan di London bersama Blues Incorporated pada tahun 1962 itu, Jones memulai upaya untuk membentuk band sendiri. Orang pertama yang direkrut Jones adalah Watts yang ketika itu menjadi pemain drum untuk Blues Incorporated. Ia lalu memasang sebuah iklan pendek untuk mencari pemusik-pemusik lainnya di harian Jazz News.
Jones menamakan bandnya Rolling Stones, diambil dari judul sebuah lagu pemusik blues asal Amerika Serikat (AS), Muddy Waters. Daya tarik Jones sebagai pemusik jagoan, juga wajah ganteng serta aksi panggungnya yang atraktif, dengan mudah menarik minat Jagger dan Keith Richards (gitar) serta Bill Wyman (bas) untuk segera bergabung.
Pacar Jones dalam periode 1961-1963 adalah Pat Andrews, yang juga melahirkan anak Jones. Anak haram dari Andrews ini merupakan putra yang ketiga bagi Jones. Dua putranya yang pertama dan yang kedua, juga berasal dari dua perempuan yang berbeda.
"Pada awalnya, Mick dan Keith sangat mengidolakan Brian. Namun, lama-kelamaan mereka merasa lebih hebat dibandingkan Jones. Mick dan Keith berasal dari Kota Dartford dan merasa sebagai anak-anak London yang serba tahu. Lalu ada Brian yang berasal dari Cheltenham yang kecil, yang berwajah tampan, dari keluarga intelektual dan menguasai musik. Inilah yang membuat Mick dan Keith iri hati kepada Brian," tutur Andrews.
Pada hari-hari itu, Jones dengan tegas selalu mengatakan bahwa dialah yang memimpin Stones dan menerima bayaran lebih besar dibandingkan anggota yang lain-lainnya. "Kami selalu beranggapan bahwa dia orang yang menyandang beban emosional dan psikologis yang terlalu berat, yang membuat penderitaan dia tidak pernah berhenti," kata Wyman.
"Sejak awal, dia sudah menderita penyakit paranoia," ungkap pacar Jones yang lain, Kathy Etchingham. "Kondisi psikologisnya terus memburuk hari demi hari. Ia lebih sering mabuk dan semakin banyak memakai narkotika. Dia masih muda, namun terlalu banyak masalah," tambah Watts.
Menurut Watts, salah satu beban psikologis terberat adalah ambisi Jones untuk menjadi vokalis Stones. "Padahal, dia bukan vokalis yang bisa diandalkan. Napasnya pendek karena dia penderita asma. Dan dia selalu ingin menjadi pemimpin, sekalipun dia tak mampu memimpin," kata Watts.
Brian terlalu berambisi untuk menjadi pemimpin kami. Dia cemburu kepada kami semua, itulah sifat buruk dia. Dalam sebuah band, vokalis selalu menjadi pusat perhatian. Dan Brian tidak menyukai kondisi ini karena merasa layak mendapatkan perhatian lebih besar," kata Jagger.
Padahal, menurut Jagger, Jones pada awalnya diberikan peluang seluas-luasnya untuk mengatur semua masalah yang berkaitan dengan aktivitas rekaman dan konser Stones. Memang dalam kurun waktu sekitar dua tahun, Stones mendapat predikat sebagai pesaing berat The Beatles.
Peranan bisnis Jones berkurang ketika Stones sebagai entitas bisnis mulai bersikap profesional dengan menunjuk Andrew Loog Oldham menjadi manajer pada tahun 1963. "Brian mengatakan dialah bos Stones. Dia berperan selama menjalankan tugasnya. Tetapi, begitu dia malas memainkan gitar pengiring, semuanya selesai," kata Oldham.
"Brian menjadi manajer sebelum saya. Ketika manajer sungguhan mulai mengambil alih tanggung jawab, ada yang rela kehilangan peranan, dan ada juga yang tidak rela. Brian tidak rela peranannya diambil. Dia bahkan bilang kepada saya bahwa dia akan mati sebelum usia 27 tahun. Dia bersikap self destructive," lanjut Oldham.
Oldham menjalankan manajemen yang disiplin terhadap Stones, yang kadang kala dinilai tangan besi. Salah satunya, demi menjaga citra Stones sebagai kelompok kaum lajang, Jones dan Wyman (waktu itu sudah berkeluarga) dilarang tampil di muka umum bersama istri atau anak masing-masing. Jones agak syok dengan aturan ini karena dia pun dilarang melakukan kebiasaan mengajak putra-putranya berjalan-jalan bebas seperti orang biasa.
Sepanjang tahun 1964 dan 1965, sebagian besar penggemar Stones mulai mengalihkan perhatian kepada Jagger, bukan lagi kepada Jones. Ini gejala yang wajar karena aksi panggung Jagger sebagai vokalis lama kelamaan jauh lebih seksi dibandingkan Jones. Tetapi, Jones justru menerimanya dengan sikap yang semakin negatif tanpa alasan yang jelas.
Ketika itu, dua kali Jones mencoba bunuh diri karena merasa tidak ada harga diri lagi. "Ia terlalu perasa dalam menanggapi apa pun. Ia tidak siap dengan semua ingar-bingar bisnis musik, mungkin sudah cukup puas dengan band kecil yang tampil satu kali seminggu saja," kata Jagger.
Dalam periode 1965-1967, giliran peranan musikal Jones yang jauh menurun. Padahal, ketika itulah Stones menghasilkan lagu-lagu monumental seperti The Last Time, Satisfaction, Get Off Of My Cloud, 19th Nervous Breakdown, Paint It Black dan Let’s Spend The Night Together. Dua album terbaik Stones, Aftermath dan Between The Buttons, juga diproduksi dalam periode ini.
Pada tahun 1965, Jones berpacaran dengan Anita Pallenberg. Namun, hanya beberapa bulan kemudian, Pallenberg tidak tahan dan berpaling ke Richards. "Keith dan Brian menjalin hubungan yang sangat aneh. Saya orang luar dan tak mau terlibat," tutur Jagger yang mengaku tak pernah berhasil menyibak misteri cinta segitiga itu.
Jones memang pantas patah hati kehilangan Pallenberg dan semakin agresif memakai narkotika yang membuatnya sempat berurusan dengan pengadilan. Pada bulan Oktober 1967, psikiater yang merawatnya menyebut Jones "sangat berpotensi untuk bunuh diri". Di studio rekaman, Jones selalu stoned dan tidak lagi memberikan kontribusi yang memadai bagi rekan-rekannya.
Setahun kemudian, Jones praktis selalu absen di studio. "Dia tak pernah muncul. Dan Anda tahu apa yang terjadi jika ada yang absen, Anda tiba-tiba dianggap tidak penting lagi. Wajar juga kalau kami lalu berpikir untuk mencari pengganti dia. Kalau pun muncul, dia tampak sudah terlalu lelah," kata Watts.
Ada beberapa lagu sumbangan Jones untuk Stones, namun tidak terlalu bernilai untuk direkam. Sebagai pelampiasan, Jones membuat album sendiri bertajuk Pipes Of Pan At Joujouka. Ia memainkan banyak instrumen untuk lagu sebuah film, A Degree Of Murder, bersama Jimmy Page (gitar), Nicky Hopkins (piano), dan Kenny Jones (drum).
Jones ikut pula membantu The Beatles dengan memainkan saksofon dalam lagu You Know My Name dan Baby You’re A Rich Man. Ketika Stones merekam lagu You Can’t Always Get What You Want, Jones seperti menghamba kepada Jagger. "Apa yang bisa saya bantu?" Jagger menjawab sinis, "Saya tidak tahu! Apa yang kamu mau bantu?"
"Dia tidak muncul selama sekitar satu tahun. Kami sudah cukup sabar dan kondisi dia semakin hari semakin parah," kata Jagger. Bersama Watts, Jagger berulang kali mencoba membantu Jones, tetapi selalu gagal. Padahal, Jagger dan kawan-kawannya saat itu bisa saja memecat Jones. Namun, itu tidak mereka lakukan.
Tiba-tiba, sebuah kebetulan atau kesempatan emas, datang begitu saja bagi Stones. Di awal 1969, Stones memang berencana kembali melakukan tur ke AS. Namun, rencana ini bisa batal jika Jones ikut di dalam tur tersebut.
Pasalnya, Jones tidak mungkin mendapat visa masuk karena sudah bolak-balik dijatuhi hukuman pengadilan gara-gara narkotika. "Menurut saya, dia tahu (akan dipecat). Keputusan ini benar-benar berat kami lakukan. Namun, Brian sudah tidak ada manfaatnya lagi. Dia terlalu sakit untuk bermain, ini sungguh menyedihkan," kata Jagger.
"Saya yakin dia lebih memilih lebih baik mati saja ketika kami memecat dia karena dialah yang memulai Stones," ungkap Watts. "Pemecatan itu menyebabkan kekosongan dalam hidup dia, khususnya usia dia masih begitu muda. Dia memang sudah cukup kaya, namun tidak berhamburan uang seperti yang dikira orang," tambah Watts.
Dalam masa kosong itu, Jones membeli sebuah rumah di Cotchford Farm di dekat Sussex. Jones ditemani sopir Richards, Tom Keylock dan juga tukang-tukang yang merenovasi rumahnya yang juga sering dipekerjakan oleh Richards.
Jagger maupun Watts secara rutin mengunjungi Jones, yang ketika itu sedang sibuk untuk membuat band baru bersama Korner, Mitch Mitchell, John Mayall, dan Steve Winwood. Sementara Stones sudah mendapatkan pengganti Jones, yakni Mick Taylor dan sedang giat berlatih untuk sebuah konser gratis di Hyde Park pada 5 Juli 1969.
Larut malam pada 3 Juli 1969, Jones berenang di kolam yang dilengkapi dengan alat pemanas. Tidak ada yang menemani dia ketika itu sampai Jones ditemukan tewas mengambang di kolam.
Menurut polisi, penyebab kematian Jones adalah karena tenggelam. Hasil autopsi memperlihatkan hati dan jantungnya membengkak karena penggunaan narkotika dan alkohol secara berlebihan.
Hasil pemeriksaan urine menunjukkan adanya unsur amphetamine dan diphenhydramine yang terdapat dalam pil Mandrax. Di pinggir kolam renang, ada alat bantu penyedot untuk dipakai jika terjadi serangan asma.
Namun, keterangan dokter yang melakukan autopsi membantah Jones meninggal dunia karena serangan asmatik. "Menurut saya dia sedang mabuk. Datangnya kecelakaan ini pada Jones sebetulnya tinggal menunggu waktu saja. Dan dia tidak dibunuh," kata teman dekat Jones, Gered Mankowitz.
Sejak kematian itu sampai kini, banyak buku yang diterbitkan yang berspekulasi mengenai pembunuhan Jones tersebut. "Menurut saya dia memang dibunuh," kata Terry Rawlings, salah satu penulis buku itu.
Rawlings menulis bukunya antara lain berdasarkan pengakuan Frank Thorogood, salah seorang teman Jones. Di saat-saat menyabung nyawa, Thorogood kepada Keylock si tukang yang ikut merenovasi rumah Jones, membuat pengakuan mengejutkan itu pada tahun 1993.
Teori-teori konspirasi itu berkembang antara lain karena polisi tidak melakukan penyidikan yang memadai. "Masih banyak cerita-cerita menyeramkan yang saya tidak ungkapkan di buku saya. Polisi-polisi yang saya wawancarai hanya mengatakan "buku kamu hampir mendekati kenyataan yang sebenarnya," ungkap Rawlings.
Richards sendiri tadinya tidak yakin Jones mati tenggelam karena rekannya itu perenang andal. "Saya sering berenang dengan dia. Dia bahkan sangat pandai bagaikan seorang peloncat indah," tutur Richards.
Meskipun begitu, menurut Richards, mungkin saja Jones mati dibunuh. "Tetapi, jujur saja, Anda tidak akan pernah menemukan siapa yang membunuh Brian. Dia terlalu banyak beban dan beberapa kali memang mau bunuh diri," kata Richards.
Misteri kematian Jones tampaknya tidak akan pernah terbongkar. Seperti kata Jagger, "Kami memang, dan akan selalu, menjadi band yang penuh misteri gelap," kata Jagger sembari merujuk kepada "lagu setan" karya Stones, Simpathy For The Devil. (bas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar